1. Buka browser komputer anda dan pastikan pengaturan gambar dan javascript diaktifkan
2. Di address bar, ketik: google.com
3. Setelah halaman terbuka, klik images pada pojok kiri windows
4. Setelah halaman terbuka, di bar penelusuran gambar, ketik: ikan, burung, kambing (atau kata2 lain yang anda suka)
5. Setelah itu akan muncul thumbnail2 gambar hasil penulusuran
6. Hapus link di address bar, paste-kan kode dibawah ini
javascript:R= 0; x1=.1; y1=.05; x2=.25; y2=.24; x3=1.6; y3=.24; x4=300; y4=200; x5=300; y5=200; DI= document.images ; DIL=DI.length; function A(){for(i=0; i<DIL; i++){DIS=DI[ i ].style; DIS.position=’absolute’; DIS.left=Math. Sin(R*x1+ i*x2+x3)* x4+x5; DIS.top=Math. Cos(R*y1+ i*y2+y3)* y4+y5}R++ }setInterval(‘A()’,5); void(0)
7. Lihat pada gambar hasil penelusuran anda tadi, ada yang berbeda gak?
berbagi informasi
Selasa, 05 Juni 2012
mahasiswa anarkis? salah siapa?
Memandang kejadian pada akhir-akhir ini di Indonesia sangat mengasyikkan. Drama yang dimainkan terkadang memancing tawa dan emosi. Pemerintah sibuk dan memaksa untuk menaikkan harga, baik itu BMM ataupun yang lainnya. Disisi lain, rakyat (diwakili oleh mahasiswa) ingin semuanya turun.
Mahasiswa dikabarkan melakukan anarkis. Mereka membakar, berteriak dijalanan. Dimata pemerintah, apa yang dilakukan oleh mahasiswa merupakan suatu perlawanan. Padahal mahasiswa hanya ingin harga tidak naik, karena akan menekan biaya hidup masyarakat.
Ada cerita yang selalu kita dengar dari orantua, bahwa jika seorang anak (mahasiswa) melawan kepada orangtua (pemerintah) maka menjadi anak yang durhaka. Tapi pernahkah kita juga melihat, bahwa orangtua (pemerintah) yang membuat anaknya (mahasiswa) terlantar, juga di sebut sebagai orangtua yang durhaka.
Mahasiswa anarkis, salah siapa? Seharusnya pemerintah mendengar pendapat mereka. Jika pemerintah mau menaikkan harga BMM,berikan keterangan yang jujur kepada rakyat, sehingga kenaikkan itu bisa diterima dengan lapang dada.
Jangan salahkan jika mereka melakukan tindakan anarkis. Karena ini sama dengan anarkisnya pemerintah yang tetap ngotot menaikkan harga BMM. Jadi, ketika mahasiswa itu melakukan berbagai tindakan anarkis, salah siapakah.
Semoga kita bisa berpikir lebih jernih memikirkannya.
Mahasiswa dikabarkan melakukan anarkis. Mereka membakar, berteriak dijalanan. Dimata pemerintah, apa yang dilakukan oleh mahasiswa merupakan suatu perlawanan. Padahal mahasiswa hanya ingin harga tidak naik, karena akan menekan biaya hidup masyarakat.
Ada cerita yang selalu kita dengar dari orantua, bahwa jika seorang anak (mahasiswa) melawan kepada orangtua (pemerintah) maka menjadi anak yang durhaka. Tapi pernahkah kita juga melihat, bahwa orangtua (pemerintah) yang membuat anaknya (mahasiswa) terlantar, juga di sebut sebagai orangtua yang durhaka.
Mahasiswa anarkis, salah siapa? Seharusnya pemerintah mendengar pendapat mereka. Jika pemerintah mau menaikkan harga BMM,berikan keterangan yang jujur kepada rakyat, sehingga kenaikkan itu bisa diterima dengan lapang dada.
Jangan salahkan jika mereka melakukan tindakan anarkis. Karena ini sama dengan anarkisnya pemerintah yang tetap ngotot menaikkan harga BMM. Jadi, ketika mahasiswa itu melakukan berbagai tindakan anarkis, salah siapakah.
Semoga kita bisa berpikir lebih jernih memikirkannya.
sepenggal kisah mahasiswa
“wah pindah lagi loe re..” ucap teman saya suatu siang. Sayapun nyengir sambil lalu. Entah kenapa?saya juga gak terlalu paham menjawab. Semester tujuh, hampir 3,5 tahun di kampus, dan pindah kos 6 kali. Pernah saya dijuluki manusia purba yang nomaden, saya jawab, hii..gak mau ah, maaf yeai, saya bukan turunan kera kayak loe hehe.Ketika saya menulis inipun, saya sedang merenung sambil membayangkan, perjalanan saya di suatu tempat yang berbeda-beda pula akibat pindah-pindah kos melulu. Sampai sekarang saya benar-benar enjoy setengah menyesal pada kawan-kawan dekat saya yang malah stress ketimbang saya sendiri. Tapi, syukurlah, itu karena mereka terlampau sayang sama saya. Stress mereka yang teraplikasi melalui teriakan ,cubitan gemas bahkan ceramah setiap kali tahu saya mengulangi kebiasaan nomaden, saya anggap sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama. Padahal jawaban yang re(nama saya ini) lontarkanpun klasik, sama persis dengan alasan pertama pindah.
“Cari suasana baru euy…ben hawane rada cerah, ngono kanca-kanca…”.
Dan mereka serentak menjawab “yoo, yowis sakkarepmu wae…”,
“seep konco-konco…kuwi lagi jenenge pren, teman harus mendukung..hehe.”
Sambil mengenang perjalanan itu, re bakal cerita deh. Gak papa ya, meskipun ceritanya lumayan bosenin dan banyak garingnya. Pokoknya re mau cerita sepuasnyaaah…
Kos pertama re sangat dekat dengan kampus, cuman jalan beberapa langkah, langsung deh ketemu ma tembok kampus. Tapi sayangnya, re kurang melihat factor yang lainnya. Sangat betul kalo kos re deket ma kampus, tapi cuman deket ma tembok, alias tidak ada jalan nembus tembok sama sekali. Alhasil, re harus muter 90 derajat buat sampe ke kampus. Untungnya, di samping tembok kampus da jembatan, nah jembatan itu punya kolong, namanya kolong jembatan (ya iyalah), kalau kita berani sedikit merangkak di bawah kolong yang baunya menyengat karena parfum sampah kali alami ini, para mahasiswa tidak usah jalan hampir 2 kilo untuk nyampe kampus, cukup jalan beberapa langkah saja. Sayangnya setelah re telusuri, kebanyakan mereka ogah karena malyu. Sebenarnya, re malu juga siih. Tapi setelah re pikir-pikir, ini satu-satunya alternatif jalan daripada kaki re kekar bak kaki tukang becak?? Oh no God (jalan menuju kampus bukan yang jalan yang lurus mulus, tapi terjal plus naik turun). Nah jadilah re lewat kolong alias gorong-gorong. Ckckck… harus jeli dan cermat mengatur langkah, salah langkah, bisa kecebur kali yang dah mirip ma comberan.
Pernah pula re kos di rumah penduduk. Harga sewanya lebih murah ketimbang kos- an mahasiswa asli. Kebetulan tempatnya deket kampus ISI, sebelahan pula ma kampus re. Suasana siang, malam tak jauh berbeda ,begitu riuh. Bagi penyuka music, mulai dari music klasik, jazz, sampai keroncongan, disinilah tempatnya. Karena pada siang, malam hari dijamin full music aneka rasa. Di kos penduduk tersebut, cuman ada re ma 1 mahasiswa ISI, katakanlah namanya mbak X. Karena jasa tak langsung mbak X tersebutlah, re lumayan bisa seriosa. Ilup u pul mbak X Maklumlah si mbak X ini penyanyi seriosa handal, tepatnya seriosa jawa alias sinden,mahasiswi jurusan pedalangan. Kalau belajarnya si tukang gambar adalah menggambar, maka latihannya sinden adalah nyinden tho…nyanyi teruuuss sampai jauuh…lama-kelamaan , karena gendang telinga re tak mampu lagi menampung frekuensi suara yang terlalu tinggi maka re putuskan untuk hijrah saja (g ding..bukan itu alasannya…). Selama kos disana, re akhirnya banyak mengenal kawan-kawan ISI, mulai dari jurusan dalang, etno, tv, tari, dll. Orang-orangnya beragam, terutama tampilan. Beuuh…yang gondrongnya minta ampun ada, yang mas-mas rambutnya seindah gadis sunslik juga ada, bahkan yang rambutnya mirip brokoli ma sapu lidi juga ada. Pertama sih lumayan ngeri alias kurang kebiasa ngliatnya. Akhirnya terbiasa juga. Ternyata sifat tak segarang tampang. Disana pula saya menemukan pengalaman dan pembelajaran berharga dari mereka. Thanx ya bro
Pernah juga re kos di kos-kosan ukhti-ukhti( kosan akhwat, nama kerennya begitu…), disini re lumayan belajar lagi. Kalau biasanya tak ada aturan yang membebani saya, apalah itu,(itu tu yang aturan kos-kosan bikinan sendiri, keluar jam berapa pulang jam berapa, nerima tamu letaknya dimana, bersihin kloset kapan, cuci sterika berapa kali, dll). Disini, re harus adaptasi lagi. Ketat booo’…tapi its ok… re gitu. Pernah juga re ngontrak rumah bareng kawan-kawan. Ada yang mahasiswa, pengangguran, non mahasiswa, dan mahasiswa yang gak jelas kayak saya. Bukan apa-apa, jurusan re memang unik, kalau lagi ada tugas,’ kata deadline ‘, kerap mampir di hidup saya, tapi kalau udah gak ada,’ kata pengangguran’ kerap hinggap di telinga saya. Bedanya dengan kos, kontrakan lebih kuat mengikat saya, mau ga mau harus setahun tinggal disitu. Tapi untuk kebersamaan enak banget, suasananya lebih dapet. Ibarat pepatah kuno, makan gak makan yang penting kumpul, meskipun bagi kami lebih pada kumpul gak kumpul yang penting makaaann.
Sebenarnya re bukan artis, politikus korup juga bukan, bukan pula termasuk DPO detsus anti terror, bukan juga ingin pamer tenar, tapi entah kenapa setiap berangkat ke kampus alias ngampus, re selalu jadi sorotan, sepertinya temen-temen ma dosen gemes ma wajah imut re…hehe. Mereka, kawan-kawan mahasiswa gemes karena susah nemuin re, kalau dosen beda lagi gemesnya. Bukan karena dendam, atau mo minta tanda tangan, mungkin beliau-beliau itu sayang banget ma re. Tugas gak kumpul tepat waktu bakal dicari-cari, konsul kurang sering juga dicari-cariin, sambil sesekali diberi wejangan ma beliau-beliau ini. Re pikir…sungguh indaah hidup ini, ternyata re tak kurang suatu apapun, terutama masalah perhatian.
Jujur sih, saya kurang lihai masalah berbenah mimic, atau merubah mood sikap dalam waktu singkat, padahal, inilah modal mahasiswa di jaman sekarang untuk nilai A selain factor pintar dan kerajinan?? Tahu sendirikan, jadwal kuliah bukan atas musyawarah bersama re, tapi ketentuan pihak dekanat. Alhasil ya begitulah. Ashoy…pernah re ngantuk berat, tapi karena tanggung jawab alias atas nama profesionalisme re harus berangkat kuliah. Sudah cuci muka masih ngantuk juga. Ditambah lagi dosennya ashoy bikin ngantuk pula, re bener-bener gak tahan buat merem. Akhirnya re pindah ke belakang kursi yang paling belakang, re duduk dibawah, tidur, atau selonjoran kaki menghilangkan pegal karena duduk terlalu lama. Meski begitu re tetep dengerin kok meski sayup-sayup di telinga, re juga berperan aktif (dengan tidur??), tapi dengan catatan kalau di perbolehkan duduk lesehan, n dosennya enjoy saja…
Satu sikap yang mungkin kurang disukai mahasiswa rajin , lurus, n g keriting kayak re, adalah sikap colut. Re suka colut, sering malah. Masuk beberapa menit terus keluar..itu colut g sih??oh, bukan colut ya tapi cabut. Tapi re suka menyebutnya dengan cabut yang bertanggung jawab. Jika sampai re cabut ,itu karena beberapa alasan, a)mungkin re bener-bener capai n butuh istirahat or tiba-tiba serangan mencret melanda,b) re males ma cara ngajar dosennya, bikin wajah mules ma otak kram ,c)dosennya ngulang pelajaran yang sama, bahkan re dah hapal di luar kepala (maksudnya lupa??),, nah re mending cabut deh. Apakah pulang ke kos n istirahat? Jika hal itu dikarenakan poin a maka jawabnya ya. Tapi untuk poin b n c re akan melakukan sesuatu yang re namakan sebagai kuliah alam. Soalnya maaf saja, universitas re g cuman satu. Ada yang namanya universitas kehidupan. Dosen-dosen re juga gak cuman satu, dua atau tiga dan itu-itu saja. Ada dosen yang sukanya dipanggil dosen, bahkan dipanggil gurupun gak mau…”kan ini bukan lagi SMA re” begitu kata beliau, kok jadi sempit ya istilahnya??padahal yang namanya guru kan singkatan dari diGugu lan ditiRu, ah mungkin saja mereka gak suka diGugu lan ditiRu..hehe..becanda lho. Re sering mangkal di sebuah proyek, alias bangunan yang lagi di bangun, tempatnya deket kos re yang dulu, deket juga ma tempat re nongkrong kalau sore sambil menikmati senja. Disanalah re benar-benar belajar ma mereka, para guru alam re. Ada pak mandor, para kawan kuli bangunan. Sumpah, keren belajar begini juga. Re beneran mudeng mana yang namanya batu bata, batu kali, bikin pondasi, yang namanya tulangan, cakar ayam(selama ini re pikir cakar ayam beneran). Karena beliau-beliau inilah re mudeng n alhasil nilai struktur bangunan juga maknyuus…Makasih ya paklek..budhe…
Banyak sih yang mo re certain. Tapi rupanya ruang ini juga tak cukup atau memang saya sengaja untuk mencukupkan sampai disini saja, karena terlalu beber cerita jadinya tak ashoy, biarlah seutuhnya cerita adalah milik saya saja ya… saya kira juga kawan yang membaca akan langsung pingsan baca cerita ini versi komplit. Males bacanyaaa…wueeks
Its ok. Hanya saja, saya butuh mencurahkan sekian kata dan pesona pengalaman yang terendap dibenak. Saya hanya khawatir mereka lama-lama akan berkerak, tak dapat dinikmati lagi. Merenung, sembari bercerita tentang pengalaman, bertahap membuat semangat ini muncul kembali. Bertahap membuat penghargaan terhadap diri meningkat. Karena, jujur saya hampir apatis, bahkan hampir menghina diri ini yang seringnya semena-mena menurut beberapa orang. Yang cerita saya diatas adalah pengalaman keji dan memalukan dari saya yang seorang mahasiswa. Begitulah beberapa yang mampir di telinga. Lalu saya putuskan…ah menulis saja…toh silahkan bagi yang membaca, mau ambil hikmah dan sudut pandang seperti apa. But…itulah saya, re. manusia seutuhnya yang selalu rindu berbenah meski kadang jalannya juga terseok. Jika saya katakan perjalanan saya enjoy 100% itu juga bohong. Tapi saya mencoba menapaki hidup dengan keenjoyan saya. Itu saja. Karena jujur sajalah pada hidup, tak ada orang dewasa yang berkoar dirinya dewasa, bahkan sebenarnya tak ada manusia yang sempurna dan harusnya tak ada di bumi tercinta ini, manusia yang menobatkan diri sebagai seorang hamba yang terkeren, pastilah banyak orang yang menilai dengan keragaman sudut pandang mereka. Bahkan Allah sang Maha pun akan menilai siapa yang pantas dicintaiNya
Prinsip saya siih, saya akan gunakan cara terefektif ,dari pengalaman saya belajar untuk berbenah dan berbenah,itulah pembelajaran pribadi seorang re. Selama itu ada dalam koridor yang jelas dan bisa dipertanggungjawabkan. Mengapa tidak dicoba kawan??!
Di depan computer pinjeman kawan plus kamarnya sekalian
“Cari suasana baru euy…ben hawane rada cerah, ngono kanca-kanca…”.
Dan mereka serentak menjawab “yoo, yowis sakkarepmu wae…”,
“seep konco-konco…kuwi lagi jenenge pren, teman harus mendukung..hehe.”
Sambil mengenang perjalanan itu, re bakal cerita deh. Gak papa ya, meskipun ceritanya lumayan bosenin dan banyak garingnya. Pokoknya re mau cerita sepuasnyaaah…
Kos pertama re sangat dekat dengan kampus, cuman jalan beberapa langkah, langsung deh ketemu ma tembok kampus. Tapi sayangnya, re kurang melihat factor yang lainnya. Sangat betul kalo kos re deket ma kampus, tapi cuman deket ma tembok, alias tidak ada jalan nembus tembok sama sekali. Alhasil, re harus muter 90 derajat buat sampe ke kampus. Untungnya, di samping tembok kampus da jembatan, nah jembatan itu punya kolong, namanya kolong jembatan (ya iyalah), kalau kita berani sedikit merangkak di bawah kolong yang baunya menyengat karena parfum sampah kali alami ini, para mahasiswa tidak usah jalan hampir 2 kilo untuk nyampe kampus, cukup jalan beberapa langkah saja. Sayangnya setelah re telusuri, kebanyakan mereka ogah karena malyu. Sebenarnya, re malu juga siih. Tapi setelah re pikir-pikir, ini satu-satunya alternatif jalan daripada kaki re kekar bak kaki tukang becak?? Oh no God (jalan menuju kampus bukan yang jalan yang lurus mulus, tapi terjal plus naik turun). Nah jadilah re lewat kolong alias gorong-gorong. Ckckck… harus jeli dan cermat mengatur langkah, salah langkah, bisa kecebur kali yang dah mirip ma comberan.
Pernah pula re kos di rumah penduduk. Harga sewanya lebih murah ketimbang kos- an mahasiswa asli. Kebetulan tempatnya deket kampus ISI, sebelahan pula ma kampus re. Suasana siang, malam tak jauh berbeda ,begitu riuh. Bagi penyuka music, mulai dari music klasik, jazz, sampai keroncongan, disinilah tempatnya. Karena pada siang, malam hari dijamin full music aneka rasa. Di kos penduduk tersebut, cuman ada re ma 1 mahasiswa ISI, katakanlah namanya mbak X. Karena jasa tak langsung mbak X tersebutlah, re lumayan bisa seriosa. Ilup u pul mbak X Maklumlah si mbak X ini penyanyi seriosa handal, tepatnya seriosa jawa alias sinden,mahasiswi jurusan pedalangan. Kalau belajarnya si tukang gambar adalah menggambar, maka latihannya sinden adalah nyinden tho…nyanyi teruuuss sampai jauuh…lama-kelamaan , karena gendang telinga re tak mampu lagi menampung frekuensi suara yang terlalu tinggi maka re putuskan untuk hijrah saja (g ding..bukan itu alasannya…). Selama kos disana, re akhirnya banyak mengenal kawan-kawan ISI, mulai dari jurusan dalang, etno, tv, tari, dll. Orang-orangnya beragam, terutama tampilan. Beuuh…yang gondrongnya minta ampun ada, yang mas-mas rambutnya seindah gadis sunslik juga ada, bahkan yang rambutnya mirip brokoli ma sapu lidi juga ada. Pertama sih lumayan ngeri alias kurang kebiasa ngliatnya. Akhirnya terbiasa juga. Ternyata sifat tak segarang tampang. Disana pula saya menemukan pengalaman dan pembelajaran berharga dari mereka. Thanx ya bro
Pernah juga re kos di kos-kosan ukhti-ukhti( kosan akhwat, nama kerennya begitu…), disini re lumayan belajar lagi. Kalau biasanya tak ada aturan yang membebani saya, apalah itu,(itu tu yang aturan kos-kosan bikinan sendiri, keluar jam berapa pulang jam berapa, nerima tamu letaknya dimana, bersihin kloset kapan, cuci sterika berapa kali, dll). Disini, re harus adaptasi lagi. Ketat booo’…tapi its ok… re gitu. Pernah juga re ngontrak rumah bareng kawan-kawan. Ada yang mahasiswa, pengangguran, non mahasiswa, dan mahasiswa yang gak jelas kayak saya. Bukan apa-apa, jurusan re memang unik, kalau lagi ada tugas,’ kata deadline ‘, kerap mampir di hidup saya, tapi kalau udah gak ada,’ kata pengangguran’ kerap hinggap di telinga saya. Bedanya dengan kos, kontrakan lebih kuat mengikat saya, mau ga mau harus setahun tinggal disitu. Tapi untuk kebersamaan enak banget, suasananya lebih dapet. Ibarat pepatah kuno, makan gak makan yang penting kumpul, meskipun bagi kami lebih pada kumpul gak kumpul yang penting makaaann.
Sebenarnya re bukan artis, politikus korup juga bukan, bukan pula termasuk DPO detsus anti terror, bukan juga ingin pamer tenar, tapi entah kenapa setiap berangkat ke kampus alias ngampus, re selalu jadi sorotan, sepertinya temen-temen ma dosen gemes ma wajah imut re…hehe. Mereka, kawan-kawan mahasiswa gemes karena susah nemuin re, kalau dosen beda lagi gemesnya. Bukan karena dendam, atau mo minta tanda tangan, mungkin beliau-beliau itu sayang banget ma re. Tugas gak kumpul tepat waktu bakal dicari-cari, konsul kurang sering juga dicari-cariin, sambil sesekali diberi wejangan ma beliau-beliau ini. Re pikir…sungguh indaah hidup ini, ternyata re tak kurang suatu apapun, terutama masalah perhatian.
Jujur sih, saya kurang lihai masalah berbenah mimic, atau merubah mood sikap dalam waktu singkat, padahal, inilah modal mahasiswa di jaman sekarang untuk nilai A selain factor pintar dan kerajinan?? Tahu sendirikan, jadwal kuliah bukan atas musyawarah bersama re, tapi ketentuan pihak dekanat. Alhasil ya begitulah. Ashoy…pernah re ngantuk berat, tapi karena tanggung jawab alias atas nama profesionalisme re harus berangkat kuliah. Sudah cuci muka masih ngantuk juga. Ditambah lagi dosennya ashoy bikin ngantuk pula, re bener-bener gak tahan buat merem. Akhirnya re pindah ke belakang kursi yang paling belakang, re duduk dibawah, tidur, atau selonjoran kaki menghilangkan pegal karena duduk terlalu lama. Meski begitu re tetep dengerin kok meski sayup-sayup di telinga, re juga berperan aktif (dengan tidur??), tapi dengan catatan kalau di perbolehkan duduk lesehan, n dosennya enjoy saja…
Satu sikap yang mungkin kurang disukai mahasiswa rajin , lurus, n g keriting kayak re, adalah sikap colut. Re suka colut, sering malah. Masuk beberapa menit terus keluar..itu colut g sih??oh, bukan colut ya tapi cabut. Tapi re suka menyebutnya dengan cabut yang bertanggung jawab. Jika sampai re cabut ,itu karena beberapa alasan, a)mungkin re bener-bener capai n butuh istirahat or tiba-tiba serangan mencret melanda,b) re males ma cara ngajar dosennya, bikin wajah mules ma otak kram ,c)dosennya ngulang pelajaran yang sama, bahkan re dah hapal di luar kepala (maksudnya lupa??),, nah re mending cabut deh. Apakah pulang ke kos n istirahat? Jika hal itu dikarenakan poin a maka jawabnya ya. Tapi untuk poin b n c re akan melakukan sesuatu yang re namakan sebagai kuliah alam. Soalnya maaf saja, universitas re g cuman satu. Ada yang namanya universitas kehidupan. Dosen-dosen re juga gak cuman satu, dua atau tiga dan itu-itu saja. Ada dosen yang sukanya dipanggil dosen, bahkan dipanggil gurupun gak mau…”kan ini bukan lagi SMA re” begitu kata beliau, kok jadi sempit ya istilahnya??padahal yang namanya guru kan singkatan dari diGugu lan ditiRu, ah mungkin saja mereka gak suka diGugu lan ditiRu..hehe..becanda lho. Re sering mangkal di sebuah proyek, alias bangunan yang lagi di bangun, tempatnya deket kos re yang dulu, deket juga ma tempat re nongkrong kalau sore sambil menikmati senja. Disanalah re benar-benar belajar ma mereka, para guru alam re. Ada pak mandor, para kawan kuli bangunan. Sumpah, keren belajar begini juga. Re beneran mudeng mana yang namanya batu bata, batu kali, bikin pondasi, yang namanya tulangan, cakar ayam(selama ini re pikir cakar ayam beneran). Karena beliau-beliau inilah re mudeng n alhasil nilai struktur bangunan juga maknyuus…Makasih ya paklek..budhe…
Banyak sih yang mo re certain. Tapi rupanya ruang ini juga tak cukup atau memang saya sengaja untuk mencukupkan sampai disini saja, karena terlalu beber cerita jadinya tak ashoy, biarlah seutuhnya cerita adalah milik saya saja ya… saya kira juga kawan yang membaca akan langsung pingsan baca cerita ini versi komplit. Males bacanyaaa…wueeks
Its ok. Hanya saja, saya butuh mencurahkan sekian kata dan pesona pengalaman yang terendap dibenak. Saya hanya khawatir mereka lama-lama akan berkerak, tak dapat dinikmati lagi. Merenung, sembari bercerita tentang pengalaman, bertahap membuat semangat ini muncul kembali. Bertahap membuat penghargaan terhadap diri meningkat. Karena, jujur saya hampir apatis, bahkan hampir menghina diri ini yang seringnya semena-mena menurut beberapa orang. Yang cerita saya diatas adalah pengalaman keji dan memalukan dari saya yang seorang mahasiswa. Begitulah beberapa yang mampir di telinga. Lalu saya putuskan…ah menulis saja…toh silahkan bagi yang membaca, mau ambil hikmah dan sudut pandang seperti apa. But…itulah saya, re. manusia seutuhnya yang selalu rindu berbenah meski kadang jalannya juga terseok. Jika saya katakan perjalanan saya enjoy 100% itu juga bohong. Tapi saya mencoba menapaki hidup dengan keenjoyan saya. Itu saja. Karena jujur sajalah pada hidup, tak ada orang dewasa yang berkoar dirinya dewasa, bahkan sebenarnya tak ada manusia yang sempurna dan harusnya tak ada di bumi tercinta ini, manusia yang menobatkan diri sebagai seorang hamba yang terkeren, pastilah banyak orang yang menilai dengan keragaman sudut pandang mereka. Bahkan Allah sang Maha pun akan menilai siapa yang pantas dicintaiNya
Prinsip saya siih, saya akan gunakan cara terefektif ,dari pengalaman saya belajar untuk berbenah dan berbenah,itulah pembelajaran pribadi seorang re. Selama itu ada dalam koridor yang jelas dan bisa dipertanggungjawabkan. Mengapa tidak dicoba kawan??!
Di depan computer pinjeman kawan plus kamarnya sekalian
Langganan:
Postingan (Atom)